Seriusnya Tragedi UN 2013
Amburadulnya
pelaksanaan awal ujian nasional 2013 perlu diberikan perhatian serius. Tingkat
kompleksitasnya jauh dari sekadar masalah teknis.
Ada
beberapa faktor. Pertama, UN yang berlangsung sejak 2005 tetap menjadi
perdebatan walaupun pemerintah terus melakukan perbaikan, di antaranya soal
standar kelulusan dan pelaksanaan mengatasi kebocoran.
Kedua,
praksis pendidikan di negeri ini tidak pernah lekang dari perdebatan dan
kritik. Sebab, persoalannya menjadi persoalan bersama, ada rasa memiliki. Semua
merasa butuh dan merasa tahu. Ini tentu hal positif. Namun, ketika dimasuki
kepentingan politik praktis, persoalan praksis pendidikan pun menjadi
persoalan.
Ketiga,
amburadulnya UN 2013, tingkat menengah atas dan menengah pertama, merupakan
klimaks dari banyak persoalan sebelumnya. Di antaranya kebijakan buku
elektronik (e-book), program sertifikasi guru, dan kurikulum. Dari tiga kasus
kontroversial itu, UN paling krusial, paling rumit, dan paling rentan terus
dipersoalkan.
Dampak
kerusakan pelaksanaan UN tidak hanya sekarang, tetapi juga nanti. Tidak hanya
saat anak didik mengerjakan soal, tetapi juga psikologi ketakutan dan kualitas
SDM. Padahal, persoalannya gampang dikenali. Naskah soal tak tersedia untuk 11
provinsi sebab belum selesai dicetak. Kebijakan memutuskan UN "jalan
terus", setelah 22 provinsi berlangsung tiga hari, menyisakan sejumlah
spekulasi yang masuk akal. Pertama, ketika UN sudah terselenggara di satu
daerah, pada saat itu tingkat soliditas nihilnya kebocoran diragukan.
Spekulasi
kedua, karena amburadulnya akibat pengadaan naskah (fisik), dan itulah
implementasi, menemukan titik kesalahan jauh lebih mudah daripada mengatasi
pro-kontra penting tidaknya UN. Diujilah seberapa jauh penanggung jawab UN,
Menteri Mohammad Nuh, bersama seluruh perangkat kementerian teknisnya
menjelaskan duduknya persoalan.
Kita
berharap ada penyelidikan menyeluruh di balik kesemrawutan UN 2013. Hasilnya
perlu disampaikan kepada masyarakat. Selidiki proses pengadaan dan pengiriman
naskah dan unit mana yang sebenarnya paling bertanggung jawab. Dari hasil
penyelidikan menyeluruh terhadap kesemrawutan UN 2013 itu, kita bisa melihat
apakah reformasi birokrasi di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah
berjalan atau belum.
Kita
yakin Irjen Kemdikbud Haryono Umar, mantan Wakil Ketua KPK, yang memimpin
investigasi UN 2013, akan mampu mengungkapkan kesemrawutan pelaksanaan UN 2013
serta menemukan jawaban mengapa UN 2013 bisa bermasalah.
Senyampang
itu, lakukan perbaikan pelaksanaan UN SMP dan SD agar berjalan lancar. Kalau
kacau terus, di tahun 2020-2030, ketika 100 tenaga usia produktif membiayai 44
tenaga nonproduktif, kita kehilangan kesempatan memetik bonus demografi.
Oh, Indonesia
kita!
(Tajuk Rencana
Kompas, 19 April 2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar