BAB I
LATAR BELAKANG
Dua dari tujuh pabrik
rokok jenis Sigaret Kretek Tangan (SKT) milik PT HM Sampoerna Tbk tutup karena
turunnya permintaan. Namun ternyata, dalam 5 tahun terakhir, banyak pabrik
rokok jenis SKT yang tutup dari kalangan Industri rokok kelas menengah-kebawah.
Memang dalam
kenyataanya, ketika membicarakan rokok ini kita seperti makan buah simalakama,
di satu sisi kita mengetahui bagaimana bahaya kesehatan yang ditimbulkan, namun
di sisi lain kita juga tidak boleh menutup mata bahwa di 2014 ini masih ada 40
juta lebih rakyat Indonesia yang menggantungkan nafkah hidupnya dari Industri
rokok tersebut.
Berdasarkan data BPS,
Indonesia adalah negara ketiga pen-konsumsi rokok terbesar dunia setelah China
dan India, Jumlah total industri rokok kretek di Indonesia pada tahun 2009
mencapai 3000 pabrik, dan di 2014 ini tinggal 1970 pabrik. Berkurangnya secara
drastis Industri rokok tersebut disebabkan oleh banyak faktor, selain
semakin kompetitifnya persaingan di pasar, faktor lain adalah semakin ketatnya
regulasi pemerintah dalam Industri rokok ini sendiri.
Regulasi tentang rokok
dewasa ini dimulai dengan, PP Nomor 109 tentang Pengamanan Bahan yang
Mengandung Zat Adiktif berupa produk Tembakau bagi kesehatan yang dikeluarkan
pemerintah tahun 2012 kemarin yang mengacu pada Framework Convention
on Tobacco Control (FCTC) yang dicanangkan Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) 2003 kemarin. Inilah salah satu faktor utama yang memukul Industri rokok
kretek baik yang besar maupun kecil-menengah untuk berhenti melanjutkan
produksinya.
Mengenang bahwa PT. Mandala
Sampoerna Tbk merupakan salah satu
produsen rokok terkemuka di Indonesia. PT HM Sampoerna Tbk. memproduksi
sejumlah merek rokok kretek yang dikenal luas. Terkait dilema regulasi bahaya
merokok yang melanda Indoesia, perusahaan milik Philip Moris ini tentunya
termasuk perusahaan yang terkena imbas yang cukup besar, dimana keluarnya
regulasi dan perda tentang anti rokok berdasarkan kasus yang terjadi di
masyarakat bahwa kesehatan yang terancam baik perokok aktif maupun keresahan
yang dirasakan perokok pasif.
Meskipun pihak
Sampoerna telah mengkomunikasikan dampak negative merokok bagi kesehatan kepada
masyarakat dan mendukung regulasi rokok yang menyeluruh dan memperhatikan
tujuan kesehatan masyarakat, ketenagakerjaan, pendapatan negara dan
prediktabilitas industri. Namun,
Sampoerna tidak terelakkan mendapat cekalan dan tuntutan dari berbagai
pihak sebab rokok telah menyebabkan kematian sekitar 400.000 orang (25.000
orang di antaranya perokok pasif) setiap tahun dan jutaan orang sakit serta
menjadi tidak produktif. pemerintah juga menanggung dampak negative merokok
yang meningkatkan anggaran kesehatan. Sekjen Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
(PDPI), Dr. Bahtiar Husain, Sp.P, MH, Kes, menyatakan cukai rokok yang diterima
oleh negara tidak sebanding dengan biaya kesehatan yang harus dibayar oleh
negara dan masyarakat akibat rokok. Berdasarrkan kasus di atas, penulis akan
membahas tentang peliknya regulasi dan perda anti rokok bagi perusahaan rokok
khususnya adalah PT. Mandala Sampoerna
Tbk.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PROFIL PERUSAHAAN
PT Hanjaya Mandala
Sampoerna Tbk. (”Sampoerna”) didirikan di Indonesia pada tanggal 19 Oktober
1963 berdasarkan Akta Notaris Anwar Mahajudin, S.H., No. 69. Akta Pendirian
Sampoerna disahkan oleh Menteri Kehakiman Republik Indonesia dalam Surat Keputusan
No. J.A.5/59/15 tanggal 30 April 1964 serta diumumkan dalam Lembaran Berita
Negara Republik Indonesia No. 94 tanggal 24 Nopember 1964, Tambahan No. 357. Anggaran
dasar Sampoerna telah mengalami beberapa kali perubahan, terakhir dengan Akta
Notaris Aulia Taufani, S.H. No. 107 tanggal 15 Desember 2009 dalam rangka
menyesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas. Perubahan Anggaran Dasar ini sudah memperoleh persetujuan dari
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dengan Surat Keputusan
No. AHU-0006503.AH.01.09.Tahun 2010 tanggal 26 Januari 2010. Ruang lingkup
kegiatan Sampoerna meliputi industri dan perdagangan rokok serta investasi
saham pada perusahaan-perusahaan lain. Kegiatan produksi rokok secara komersial
telah dimulai pada tahun 1913 di Surabaya sebagai industri rumah tangga. Pada
tahun 1930, industri rumah tangga ini diresmikan dengan dibentuknya NVBM Handel
Maatschapij Sampoerna.
Sampoerna berkedudukan di Surabaya, dengan kantor pusat berlokasi di Jl. Rungkut Industri Raya No. 18, Surabaya, serta memiliki pabrik yang berlokasi di Surabaya, Pandaan, Malang dan Karawang. Sampoerna juga memiliki kantor perwakilan korporasi di Jakarta. Saham Sampoerna tercatat di Bursa Efek Indonesia dengan kode perdagangan sahamnya HMSP.
Sampoerna berkedudukan di Surabaya, dengan kantor pusat berlokasi di Jl. Rungkut Industri Raya No. 18, Surabaya, serta memiliki pabrik yang berlokasi di Surabaya, Pandaan, Malang dan Karawang. Sampoerna juga memiliki kantor perwakilan korporasi di Jakarta. Saham Sampoerna tercatat di Bursa Efek Indonesia dengan kode perdagangan sahamnya HMSP.
PT Hanjaya Mandala
Sampoerna Tbk. (“Sampoerna”) merupakan salah satu produsen rokok terkemuka di Indonesia. PT
HM Sampoerna Tbk. memproduksi sejumlah merek rokok kretek yang dikenal luas,
seperti Sampoerna Kretek (sebelumnya disebut Sampoerna A Hijau), A Mild, serta
“Raja Kretek” yang legendaris Dji Sam Soe. PT HM Sampoerna Tbk. adalah afiliasi
dari PT Philip Morris Indonesia dan bagian dari Philip Morris International,
produsen rokok terkemuka di dunia. Misi
PT HM Sampoerna Tbk. adalah menawarkan pengalaman merokok terbaik kepada perokok dewasa di
Indonesia. Hal ini PT HM Sampoerna Tbk. lakukan dengan senantiasa mencari tahu
keinginan konsumen, dan memberikan produk yang dapat memenuhi harapan mereka. PT
HM Sampoerna Tbk. bangga atas reputasi yang PT HM Sampoerna Tbk. raih dalam hal
kualitas, inovasi dan keunggulan.
Pada tahun 2009,
Sampoerna memiliki pangsa pasar sebesar 29,1% di pasar rokok Indonesia,
berdasarkan hasil AC Nielsen Retail Audit-Indonesia Expanded. Pada akhir 2009,
jumlah karyawan Sampoerna dan anak perusahaan mencapai sekitar 28.300 orang.
Sampoerna mengoperasikan enam pabrik rokok di Indonesia dan Sampoerna menjual
dan mendistribusikan rokok melalui 59 kantor penjualan di seluruh Indonesia
Keberhasilan Sampoerna
menarik perhatian Philip Morris International Inc. (“PMI”), salah satu
perusahaan rokok terkemuka di dunia. Akhirnya pada bulan Mei 2005, PT Philip
Morris Indonesia, afiliasi dari PMI, mengakuisisi kepemilikan mayoritas atas
Sampoerna. Jajaran Direksi dan manajemen baru yang terdiri dari gabungan
profesional Sampoerna dan PMI meneruskan kepemimpinan Perseroan dengan
menciptakan sinergi operasional dengan PMI, sekaligus tetap menjaga tradisi dan
warisan budaya Indonesia yang telah dimilikinya sejak hampir seabad lalu.
Produksi
Rokok
Dari Lahan
Pertanian Hingga Pabrik Setelah dipanen dan dikeringkan, tembakau dan cengkeh
dibawa ke lokasi pabrik. Tembakau biasanya disimpan hingga selama 3 tahun dalam
lingkungan terkontrol untuk membantu meningkatkan cita rasanya. Cengkeh juga
melewati proses penyimpanan serupa hingga selama satu tahun sebelum diproses
menjadi “cengkeh rajang” (cut clove). Tembakau yang telah disimpan akan
diproses terlebih dahulu sebelum dicampur dengan cengkeh rajangan yang telah
kering, kemudian dijadikan racikan rokok yang akan dilinting menjadi rokok. Racikan
yang telah selesai, yang biasa disebut “cut filler,” disimpan dalam lumbung
berukuran besar sebelum memasuki proses produksi rokok.
Rokok
kretek dapat berupa sigaret kretek tangan (SKT) atau sigaret kretek mesin
(SKM). Salah satu keunikan industri kretek Indonesia ialah masih digunakannya
metode pelintingan secara manual dengan tangan, dimana para pekerja melinting
produk rokok kretek dengan sangat cepat, bahkan hingga dapat mencapai 350 batang
per jam.
Fasilitas Linting-tangan dan
Buatan mesin
·
Produksi sigaret kretek tangan dan sigaret kretek mesin
terdiri dari tiga tahapan:
·
Pemrosesan
daun tembakau;
·
Produksi
rokok;
·
pengemasan
serta persiapan distribusi.
Dalam tiap tahapan produksi, pengendalian
mutu yang sangat cermat memegang peranan penting untuk memastikan bahwa setiap
batang rokok dibuat dengan standar tertinggi. Setelah siap, rokok kemudian
dikemas dan dikirimkan untuk proses distri
B. LITIGASI TERKAIT MEROKOK DAN KESEHATAN
Tuntutan hukum tembakau biasanya menarik minat
media, namun bukanlah cara terbaik untuk meraih tujuan pengendalian tembakau. Yang
sudah pasti, tuntutan hukum memerlukan banyak biaya, tidak efisien, dan sering
kali sia-sia; Perokok di A.S. mengajukan lebih dari 7.500 kasus terhadap
perusahaan tembakau sekitar lima puluh tahun terakhir ini. Tidak sampai 30
kasus yang berhasil dimenangkan oleh mereka.
Dalam kasus-kasus yang diajukan di luar
A.S. terhadap Philip Morris International dan perusahaan tembakau lainnya,
penuntut juga tidak banyak berhasil.
Cara terbaik untuk meraih tujuan
pengendalian tembakau bukanlah litigasi melainkan regulasi. Itulah sebabnya
kami percaya bahwa mengembangkan regulasi yang kuat dan efektif untuk industri
tembakau adalah hal yang lebih baik - bagi semua pihak - dibandingkan tuntutan
hukum yang mahal, menghabiskan waktu, dan sering kali tidak efektif.
Lihat di bawah ini untuk informasi lebih jauh
tentang litigasi yang terkait dengan merokok dan kesehatan.
Kasus-kasus individual
Kebanyakan tuntutan hukum tembakau di
luar AS adalah kasus individual. Dalam
kasus demikian, seorang perokok menuntut satu atau lebih perusahaan rokok
akibat penyakit yang menurutnya diakibatkan oleh merokok. Pengadilan di berbagai negara
telah menolak sebagian besar kasus tersebut.
Pihak
Sampoerna telah berhasil menghadapi kasus-kasus individual di negara-negara
seperti Argentina, Australia, Brasil, Chile, Kosta Rika, Prancis, Jerman, Hong
Kong, Israel, Italia, Kazakhstan, Filipina, Polandia, Spanyol, dan Turki. Perusahaan
rokok lain juga mengalami hasil yang sama.
Dalam
sejumlah kecil kasus, perusahaan rokok dikalahkan di pengadilan tingkat
pertama, namun keputusan ini kemudian
dibatalkan oleh pengadilan yang lebih tinggi. Hanya di Brasil dan Italia vonis
bersalah terhadap Philip Morris International belum dibatalkan oleh pengadilan
tinggi.
Tuntutan massal (class
actions)
Dalam
tuntutan massal (class action), sekelompok orang yang mengalami penyakit yang
dituduhkan diakibatkan oleh satu atau lebih perusahaan rokok mencoba
menggabungkan kasus mereka ke dalam satu kasus. Di sejumlah negara, jenis kasus
ini diajukan oleh organisasi konsumen atas nama anggota mereka.
Saat ini
ada sejumlah tuntutan massal yang masih berjalan di empat negara: Brasil,
Bulgaria, Kanada, dan Israel. Upaya sebelumnya untuk mengajukan tuntutan serupa
di Brasil, Kanada, Nigeria, Spanyol, dan Inggris telah gagal.
Satu-satunya
keputusan bersalah terhadap anak perusahaan Philip Morris International, dalam
suatu tuntutan massal di Brasil, telah dibatalkan saat banding dan dikirimkan
ke pengadilan pertama untuk proses lebih lanjut.
Kasus tuntutan biaya
perawatan kesehatan
Dalam
kasus tuntutan biaya perawatan kesehatan, pemerintah, perusahaan asuransi atau
penyedia perawatan kesehatan berupaya menuntut penggantian biaya perawatan
kesehatan bagi mereka yang diklaim jatuh sakit karena merokok.
Tuntutan
seperti itu telah diajukan di Kanada, Prancis, Israel, Nigeria, Spanyol, dan
Kepulauan Marshall. Kasus-kasus ini ditolak di Prancis, Israel, Nigeria, Spain,
Spanyol, dan Kepulauan Marshall. Banding yang dilakukan oleh penuntut di Israel
masih menunggu keputusan.
C. REGULASI DAN PERDA MENGENAI ANTI ROKOK
Regulasi adalah “mengendalikan perilaku
manusia atau masyarakat dengan aturan atau pembatasan.” Regulasi dapat
dilakukan dengan berbagai bentuk, misalnya: pembatasan hukum diumumkan oleh
otoritas pemerintah, regulasi pengaturan diri oleh suatu industri seperti
melalui asosiasi perdagangan, Regulasi sosial (misalnya norma), co-regulasi dan
pasar. Seseorang dapat, mempertimbangkan regulasi dalam tindakan perilaku
misalnya menjatuhkan sanksi (seperti denda).
Faktor pribadi perokok dapat mungkin
disebabkan oleh faktor kebudayaan yang telah hidup atau merupakan bentuk social
construction pencitraan produk rokok di tengah masyarakat maupun kebiasaan
yang telah menjadi semacam kecanduan (rational addiction). Sebagai
pandangan akhir, penulis menginterprestasikan bahwa pihak yang dirugikan saat ini oleh kebijakan regulasi rokok adalah pelaku usaha, khususnya
pemilik pabrik rokok.
Perbincangan mengenai rokok senantiasa
menjadi suatu hal menarik. Perkembangan perdebatan dalam masalah ini menjadi
sesuatu yang senantiasa aktual. Banyaknya pihak yang terkait, secara langsung
maupun tidak, memunculkan perdebatan-perdebatan yang cukup sengit. Sisi pandang
ekonomi, tenaga kerja, sosial dan kesehatan menjadi latar belakang dari semua
pembahasan masalah rokok. Penelitian ini mencoba menggunakan pendekatan
kualitatif dalam rangka mengungkapkan permasalahan ini.
Data yang diumumkan oleh WHO mengenai
jumlah korban dan kerugian akibat rokok sehingga melahirkan Framework
Convention on Tobacco Control(FCTC) yang dicanangkan Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) 2003 itu masih banyak dipertentangkan oleh peneliti-peneliti dunia.
berikut ini beberapa pihak yang kontra terhadap
data kampanye tersebut,
1. Dimulai dari Hamilton dengan
bukunya Nicotine War (Yogyakarta:
INSIST Press, 2010), yang secara singkat menjelaskan bahwa Kampanye anti rokok
ini merupakan satu bagian dari upaya marketing Industri Farmasi, Tujuanya
adalah orang berhenti merokok dengan melakukan treatment (perawatan dan
penanganan) terhadap ketagihan nikotin dengan obat-obat. Nah Treatment tersebut
adalah kunci marketing dari Industri Farmasi untuk memasarkan produk-produknya
dan memperoleh keuntungan yang besar.
2. Menurut Angell M dalam tulisanya
di New England Journal of Medicine, 22 juni 2000 yang berjudul ‘The
Pharmaceutical Industry : To Whom Is It Accountable ? ‘, menyebutkan
bahwa sepulu perusahaan Industri farmasi terbesar Amerika dilaporkan
menghasilkan laba yang sangat besar selama beberapa tahun ini semenjak kampanye
Anti-Rokok disuarakan oleh WHO, secara keseluruhan sejauh ini Industri Farmasi
merupakan industri yang paling menjanjikan di Amerika Serikat.
3. Menurut David Earnshaw, mantan direktur
urusan pemerintah Eropa untuk Smith Kline Beecham, yang kini
menjadi ketua kampanye Oxfam untuk akses terhadap obat-obatan, dalam tulisanya
yang berjudul ‘Public Citizen Report, Rx R&D Myths : The Case Againts
the Drug Industry’s R&D ‘Scare Card,’ di 23 Juli 2001. bahwa sejak
tahun 1992 menurut peringkat majalah Fortune, besarnya keuntungan perusahaan
Farmasi selalu meningkat secara tajam atau bisa di rata-rata sebesar tiga kali
keuntungan rata-rata semua industri lain yang tercantum dalam Fortune 500. Yang
jika ditotal kapitalisasi pasar dari empat perusahaan Farmasi terbesar Amerika
itu jumlahnya bisa melebihi perekonomian India.
4. Menurut Robert A Levy dan Rosalind
B Marimont dalam makalah yang berjudul ’Lies, ‘Damned Lies
& 400.000 Smoking-Relating Deaths (1998)’, menjelaskan bahwa kampanye
anti tembakau telah berubah menjadi monster kebohongan dan kerakusan yang
banyak dimanfaatkan oleh banyak kepentingan, Ilmu pengetahuan yang benar telah
berganti Ilmu pengetahuan yang keliru, dan yang menjadi korban dalam kampanye
tersebut adalah kebenaran.
Masih menurut Levy dan Marimont,
Angka 400 ribu kematian akibat rokok di Amerika merupakan data yang tidak bisa
dipertanggung-jawabkan, karena menggunakan progam komputer dalam pengambilan
data yaitu Smoking Associated Mortality, Morbidity and Econimic Cost (SAMMEC),
mereka melakukan metode pengambilan data yang salah, dan terlelu dini mengambil
kesimpulan kematian karena rokok. Contohnya : Jika si A yang berbadan gemuk
serta mempunyai kadar kolesterol yang tinggi, punya diabetes serta punya
riwayat penyakit jantung dalam keturunan, tidak pernah melakukan olahraga dan
dia merokok, terus meninggal karena penyakit jantung, maka SAMMEC akan membuat
kesimpulan bahwa rokok adalah penyebab kematian si A tersebut, inilah yang
disebut terlalu dini dalam mengambil kesimpulan oleh Levy dan Marimont, karena
faktor penyakit jantung itu banyak penyebabnya.
Rokok kretek ini adalah produk yang
minim sekali terhadap muatan impor, karena 95% bahan bakunya sudah ada di
Indonesia sendiri, karakter Industri yang seperti inilah yang di butuhkan
Indonesia dalam rangka mengurangi angka impor, dan karena karakter ini jugalah
yang menyebabkan perusahaan rokok Indonesia relatif aman dari badai krisis
ekonomi 1998 kemarin, dan tentunya produk seperti ini akan mempunyai daya saing
yang sangat tinggi terhadap era globalisasi. Karena dari hulu hingga hilir
Industri rokok ini juga mempunyai nilai tambah lebih tinggi daripada komoditi
seperti coklat, tambang, dll, yang hanya mengekspor bahan mentah sehingga nilai
plusnya dimiliki negara lain. Kalau rokok mulai dari petani tembakau sudah ada
yang menerima langsung yaitu Industri rokok tanpa harus dijual dalam bentuk
mentah, dalam rantai ekonomi tersebut terdapat puluhan juta orang yang
menjadikanya sebagai lahan untuk mencari nafkah.
Jika regulasi pemerintah tentang
tembakau lebih kedepanya akan lebih diketatkan lagi dan pemerintah sampai
menandatangani Framework Convention on Tobacco Control(FCTC), dapat
dipastikan ini akan segera membunuh industri rokok kretek, baik yang besar,
menengah dan kecil. Semakin gencarnya penentangan dunia terkait rokok membuat
perusahaan rokok mulai waspada. Larangan penayangan iklan rokok pada jam-jam
produktif sudah mulai diterapkan di Indonesia untuk membatasi konsumsi
rokok meluas ke semua kalangan. Pemerintah juga akan menaikkan tarif cukai pada tahun
depan untuk menekan tembakau. apakah pemerintah sudah siap dengan
bertambahnya angka pengangguran ketika itu terjadi ? disini seharusnya jadi
pertimbangan lebih pemerintah dalam menghadapi permasalahan ini, jangan hanya
terkesan menuruti kepentingan pihak lain terutama asing yang datanya juga harus
tetap dipertanyakan kebenaranya.
Bukankah
lebih bijak jika dalam konteks ini kita berupaya menyelamatkan apa yang bisa
diselamatkan di dalam negeri ini,
daripada menghakimi sesuatu yang masih butuh pengkajian lebih dalam lagi. Andaikan
regulasi tersebut benar-benar membunuh Industri rokok Indonesia kedepanya,
sementara di sisi lain perusahaan rokok asing dalam kenyataanya semakin
berkembang ketika itu diterapkan, atau malah jumlah impor rokok putih kita
semakin tinggi, karena pada kenyataanya tidak semudah membalik tangan kita
melarang rakyat Indonesia untuk berhenti merokok, sementara Industri rokok
lokal sudah pada hancur karena regulasi tersebut. apakah itu tidak akan menjadi
blunder bagi kita sendiri.
Jadi dalam
konteks permasalahan ini jika proges akhirnya adalah mengurangi angka perokok
di Indonesia, seharusnya pemerintah melakukan itu secara bertahap dan memberi
waktu penyesuain bagi Industri yang kecil dan menengah, sementara di sisi lain
pemerintah berupaya membangun Industri di sektor yang lain untuk solusi
pengalihan bidang dan tenaga kerja dari Industri rokok ini.
Industri
rokok kretek Indonesia ini sangat istimewa dalam pandangan bisnis, secara
perlahan saya menyadari bahwa Industri ini sangatlah berharga jika hanya
sekedar di hakimi, di musuhi dan di rampas dengan berbagai cara, industri ini
sebenarnya membawa karakter nilai lebih bagi perekonomian Indonesia khususnya
mulai dari sektor hilir hingga sektor hulu-nya. Jangan sampai terjadi karena
kesalahan pemerintah Industri rokok dalam negri hancur, sementara Industri
rokok Asing berkembang, sedangkan di sisi lain pemerintah gagal mengurangi
jumlah perokok Indonesia, akan sangatlah ironis sekali jika itu terjadi.
D.
TUTUPNYA DUA PABRIK
SIGARET KRETEK TANGAN (SKT)
Penutupan
2 pabrik Sampoerna itu hanyalah gambaran kecil yang “terekspose” oleh media
pemberitaan, masih banyak di luar sana industri rokok kecil menengah yang sudah
hancur terlebih dahulu, berapa orang yang sudah kehilangan pekerjaan di sini,
semoga kedepanya menjadi perhatian dan pertimbangan lebih bagi pemerintah. Perda
memungkinkan penurunan jumlah perokok dan permintaan atas rokok yang terjadi
disuatu daerah yang memiliki perda anti-rokok.
Adapun,
kejadian itu menurut para pegiat imbas dari kebijakan pemerintah yang sengaja
mematikan industri tembakau baik dari hulu sampai hilir. Apa yang sudah kita
prediksi sejak lama, itu semuanya terbukti dengan kejadian (PHK Sampoerna). Semakin
kental, bahwasanya kampanye antirokok, khususnya kretek, bukan sekadar alasan
kesehatan tapi terkait politik dagang.
Direktur
Penerimaan dan Peraturan Kepabeanan dan Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
(DJBC), Susiwijono Moegiarso, menegaskan penutupan dua pabrik di Jember dan
Lumajang, Jawa Timur itu adalah pabrik yang memproduksi rokok kelompok Sigaret
Kretek Tangan (SKT). Produksi dari dua pabrik Sampoerna itu 2,995 miliar batang
dengan nilai cukai hampir Rp 500 miliar per tahun. Jadi tepatnya Rp 479 miliar yang
hilang (penerimaan negara).
Susiwijono
menyebut, penutupan pabrik SKT tersebut merupakan konsekuensi logis dari
merosotnya konsumsi atau permintaan rokok kretek tangan sejak tiga tahun
terakhir secara signifikan. Penyebabnya, tambah dia, karena masyarakat mulai
sadar akan kesehatan dan harga yang terjangkau.
Dalam
keterangan pers sebelumnya, Sekretaris Perusahaan Sampoerna, Maharani Subandhi
mengaku penutupan dua pabrik itu dikarenakan perseroan mengalami penurunan
pangsa pasar segmen sigaret kretek tangan (SKT) hingga 23 persen sepanjang
2013.
Di sisi lain, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Jember, Jawa Timur, Ahmad Hariyadi, mengaku pemerintah tak dapat berbuat apa-apa terkait keputusan Sampoerna merumahkan ribuan buruhnya. Diskaner memahami keputusan itu karena neraca perusahaan merugi selama beberapa triwulan terakhir. Daru mengakui pihaknya juga melihat adanya penurunan pasar kretek tanpa filter di Tanah Air. Namun, itu lebih disebabkan agresifnya pemerintah, terutama Kementerian Kesehatan, mendesak banyak pihak menjalankan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012, sebagai turunan UU Nomor 36 Tahun 2009.
Beleid itu misalnya mengatur kewajiban
pencatuman peringatan bahaya merokok seluas 40 persen dari bungkus rokok. Ini
masih ditambah larangan pemberian bahan tambahan pada produk rokok, ataupun
larangan iklan dan sponsor rokok untuk banyak kegiatan luar ruangan.
Hal itu, kata Daru, masih ditambah
langkah pemerintah membatasi ekspansi industri kretek sejak di hulu. Pegiat
meyakini, dalam regulasi yang ketat hanya perusahaan dengan kapital besar,
khususnya dari luar negeri, yang bisa bersaing di pasar rokok Indonesia. "Orang
mau menanam tembakau saja sudah dikriminalisasi. Minat beli industri kecil
menengah juga turun, dari hulu sampai hilir kretek dilarang. Akhirnya hanya akan
diciptakan pasar oligopoli untuk produk rokok internasional," ungkapnya. Lebih
jauh lagi, Komunitas Kretek tidak yakin penutupan pabrik SKT Sampoerna terjadi
bila perusahaan itu masih dikelola oleh manajemen lama.
Saat ini,
perusahaan rokok ketiga terbesar di Tanah Air tersebut dikelola oleh Konsorsium
Phillip Morris asal Amerika Serikat. HM Sampoerna menutup pabriknya karena
memang mereka tidak lagi punya passion dengan kretek. Sebab kalau mereka ingat,
berkat kretek konvensional itulah cikal bakal Sampoerna. Ini terjadi setelah perusahaan
itu di-take over perusahaan asing.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagai perusahaan rokok yang
memproduksi produk yang menjadi pertentangan dunia karena efek negatifnya yang
semakin terjepit dengan adanta regulasi dan perda anti rokok, Sampoerna
mempunyai berbagai cara untuk tetap mendapat tempat di masyarakat. Dengan
mengedepankan prinsip go green, Sampoerna mampu manjalankan
cara-caranya untuk menjalankansustainable marketing, seperti dengan
inovasi produk, tata kelola perusahaan, dan dengan menjalankanCorporate
Social Responsibility (CSR). Cara ini dinilai ampuh dalam merebut pangsa
pasar rokok Indonesia
di tengah persaingan yang cukup ketat seperti dengan Gudang Garam dan Djarum.
Namun, meskipun demikian perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai pemanfaatan
tembakau di masa yang akan datang, mengingat konsumsi tembakau memang tidak
dapat dipungkiri menyebabkan berbagai penyakit yang cukup berbahaya.
Pemerintah, yang bisa dibilang cukup mengandalkan hasil cukai sebagai sumber
penerimaan negara juga harus berpikir keras mencari alternatif lain dalam
penciptaan lapangan kerja sehingga tidak menambah jumlah pengangguran.
Pemerintah juga harus mengedepankan nilai-nilai entrepreneurship melalui
jalur pendidikan sejak dini agar penerus bangsa mampu menjadi pemuda yang
mandiri dan menciptakan lapangan kerja. Semoga ke depannya bangsa Indonesia
menjadi bangsa yang maju, yang selalu menciptakan iklim kondusif untuk
kesejahteraan masyarakatnya tanpa menghilangkan hak generasi yang akan datang
dalam memanfaatkan sumber daya alam di Indonesia.
B. saran
1. Perusahaan rokok harus melakukan inovasi terhadap
produk rokok yang diproduksi. Dengan kata lain membuat inovasi baru terkait
hasil produksi selain rokok dari bahan baku
tembakau dan selalu mempertimbangkan aspek kesehatan, lingkungan, dan ekonomi,.
2. Perusahaan rokok hendaknya melakukan penelitian
terhadap berbagai macam alternatif rokok. Adanya potensi rokok herbal yang akan
bermanfaat terhadap kesehatan harus menjadi perhatian industri rokok.
3. Pemerintah harus benar-benar mengkaji regulasi
tentang penggunaan tembakau dan rokok di Indonesia
karena cepat atau lambat, rokok akan menjadi bom waktu bagi peradaban Indonesia.
4.
Pemerintah
harus memberikan alternatif kesempatan kerja baru untuk pekerja industri rokok
dan memotivasi masyarakat untuk menamkan jiwa entrepreneur.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar